Wednesday, January 28, 2009

SISTEM DAN MEKANISME PENDATAAN PRODUKSI PADI

Bulan Februari tahun 2009 Pemerintah Indonesia merencanakan untuk mengekspor besar sejumlah 1 juta ton. Sesuai dengan kebijakan yang dibuat sebelumnya, ekspor baru akan dilakukan jika surplus beras dalam negeri mencapai 5 juta ton. Artinya pada tahun 2009 Indonesia swasembada beras dengan produksi sekitar 63 juta ton gabah kering giling. Produksi ini akan diperoleh dengan luas lahan 12 juta ha dan produktivitas minimum 5 ton GKG per ha.

Keberhasilan ini menimbulkan rasa bangga sebagai bangsa yang mampu mencukupi kebutuhan beras sendiri. Namun perlu dicermati bahwa semua kegiatan dilakukan berdasarkan data produksi dan konsumsi. Produksi dihitung dengan mengalikan luas panen dengan produktivitas per ha. Patut dikaji lebih teliti dan mendalam, kapan data luas sawah di-update dan bagaimana data produktivitas padi diukur di lapangan.

Artikel selengkapnya bisa didownload di sini

Monday, January 26, 2009

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA POTENSIAL DI SEKTOR PERKEBUNAN DAN PERTANIAN: Resiko, Peluang dan Tantangan

Agribisnis adalah suatu usaha pengelolaan sumberdaya hayati yang berbasis sumberdaya alam, terutama lahan. Dalam krisis ekonomi yang dialami oleh Indonesia sebagai dampak krisis global, ternyata agribisnis mampu menyokong tetap tegaknya perekonomian nasional. Dalam konteks makro, gagasan untuk menjadikan agribisnis sebagai andalan atau titik berat pembangunan bukan halk yang baru. Namun dalam konteks sektoral pembangunan pertanian lebih terfokus pada sektor on farm, bukan pada pengembangan sistem.

Sektor pertanian, terutama perkebunan sampai saat ini merupakan subsektor yang penghasil devisa besar setelah migas. Neraca perdagangan subsektor perkebunan menunjukkan nilai yang masih positif. Di masa mendatang ekspor produk perkebunan harus ditingkatkan bukan dalam bentuk produk primer. Keadaan ini menunjukkan peluang investasi yang cukup besar pada beberapa komoditi perkebunan. Kelangkaan minyak bumi merupakan peluang penting pengembangan komoditi yang selama ini digantikan oleh produk minyak bumi (karet alam) dan produk yang mampu diubah menjadi bahan bakar (CPO).

Semakin langkanya lahan sebagai basis usaha perkebunan dan kurang terjaminnya aspek legal dari lahan tersebut menjadi kendala utama pengembangan subsektor perkebunan. Issue lingkungan menjadi topik yang sangat penting bagi pengembangan perkebunan. Kasus ilegal kopi di Lampung dan areal kelapa sawit yang ditanam di kawasan hutan lindung di Riau akan menjadi sorotan negatif terhadap pengembangan komoditi perkebunan di Indonesia. Selain itu aspek sosial masyarakat saat ini sering menjadi pangkal konflik dengan investor atau perusahaan pengembang.

Pengembangan perkebunan di masa mendatang harus dilakukan dengan sangat memperhatikan semua aspek kalayakan secara komprehensif (legalitas kawasan, pasar, teknologi, SDM, finansial, dan kepastian hukum). Bentuk kemitraan yang dibangun harus mampu menghindarkan peluang konflik selama usaha berjalan. Ketergantungan pembangunan sektor pertanian dan perkebunan sepenuhnya kepada investor besar harus dihindari dengan cara meningkatkan parstisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini mengingat usaha perkebunan adalah usaha jangka panjang dengan investasi yang besar dan dengan resiko yang besar.

NERACA GULA DALAM NEGERI

Belum hilang dari ingatan bagaimana gonjang-ganjing harga gula petani di tahun 2008 yang anjlok di bawah HPP. Apakah di tahun 2009 harga gula menjadi lebih baik atau kasus 2008 terulang kembali?

Proyeksi awal produksi GKP (gula kristal putih, adalah gula yang diolah dari tebu) adalah 2,85 juta ton. Sementara itu sisa gula GKP masih sekita 1,8 juta ton). Jika asumsi konsumsi langsung adalah 225 ribu ton/bulan atau sekitar 2,7 juta ton, maka impor GKP tetap tidak perlu.

Bagaimana dengan GKR (gula kristal rafinasi, adalah gula yang dihasilkan pabrik rafinasi dengan bahan baku raw sugar)? Jika kebutuhan untuk industri makanan dan minuman 1,8 juta ton maka kondisi GKR harus dihitung dengan cermat agar tidak tumpah ke pasar non mamin. Dengan ijin GKR kualits khusus sekitar 280 ribu ton, maka kebutuhan produksi GKR dalam negeri sekitar 1,5 juta ton. Angka inilah yang harus dijadikan patokan ijin impor raw sugar.