Sidang pleno Dewan Gula Indonesia yang dipimpin oleh Ketuanya telah memutuskan bahwa Biaya Pokok Produksi (BPP) gula petani sebesar Rp 6.250 per kg. Jika dibandingkan BPP riil gula petani tahun 2009, berarti naik sekitar Rp 1.250 per kg. Kenaikan ini terutama disebabkan oleh kenaikan yang cukup besar pada harga sewa lahan. Tampaknya persaingan penggunaan lahan, terutama di Jawa semakin besar dan tidak dapat dihindarkan.
Dari BPP ini Pemerintah akan segera mengeluarkan keputusan besarnya Harga Pokok Produksi (HPP) yang mungkin akan berkisar Rp 6.800 per kg. Jika biaya tataniaga dihitung sebesar 20% dari HPP gula petani, maka harga eceran pasti masih bekisar pada angka Rp 8.160. Harga ini dapat lebih jika biaya transportasi bertambah. Oleh sebab itu sangat mustahil jika diinginkan harga gula eceran lebih rendah dari Rp 8.000 per kg. Jika harga ini dianggap mahal, dapat dibandingkan dengan harga gula dunia yang saat ini juga mahal.
Jika Pemerintah tetap ingin menekan harga gula, sebaiknya komponen yang dikurangi adalah marjin tataniaga. Mungkin bagi pedagang besar marginnya dikurangi dari yang sekarang mereka nikmati. Untuk kebijakan ini Thailand dapat dijadikan contoh pengaturan harga dalam negeri.
2 comments:
mantap artikel nya pak...; mudah-mudahan petani tebu akan semakin merasakan manisnya gula...
Post a Comment